Terdapat berbagai macam alasan orang untuk merokok. Entah itu dari diri sendiri, orang lain, atau lingkungan sekitar. Rokok sering kali dijadikan tujuan dari pelarian, sebagai tolak ukur kekerenan, menghangatkan kala kedinginan, atau sekedar “teman” dalam kesendirian. Beribu-ribu alasan orang untuk merokok, tapi hanya ada satu alasan kenapa orang membeli “lintingan” daun tembakau untuk dibakar dan dihirup: Nikotin.
Nikotin berasal dari kata Nicotiana tabacum, yang merupakan nama latin tembakau. Pertama kali ditemukan pada tahun 1828 oleh ilmuan Jerman, Posselt dan Reimann, yang menganggap senyawa ini sebagai suatu racun. Seiring dengan berkembangnya penelitian dan pengetahuan akan senyawa ini, nikotin mendapat “cap” sebagai senyawa adiktif, atau senyawa yang dapat menyebabkan candu. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seseorang yang mulai merokok susah untuk berhenti. Kecanduan ini merupakan “ulah” dari nikotin dari dalam tembakau.
Kandungan nikotin pada tembakau tergantung pada jenis tembakaunya. Sebagian besar dari nikotin akan menguap pada saat tembakau atau rokok disulut, tetapi cukup dengan konsentasi yang kecil di dalam paru-paru, nikotin dapat memberian efek yang sangat besar.
Pada saat merokok, orang mungkin akan merasakan lebih tenang, lebih rileks atau santai, atau mungkin meningkatkan konsentrasi pikiran dalam bekerja. Rokok dapat menimbulkan suasana yang menenangkan dan mendukung bagi perokok. Kriteria pokok pada nikotin yang disebut sebagai zat adiktif.
Nikotin yang dihirup hanya memerlukan tujuh detik untuk mencapai peredaran darah di otak. Di sinilah nikotin mulai berulah. Nikotin dalam otak akan menstimulasi berbagai senyawa kimia neotransmiter dan hormon yang bertanggung jawab terhadap semua efek “penenang” bagi perokok. Acetylcholine dan norephineprine bertanggung jawab atas kepekaan dan peningkatan konsentrasi, beta-endorphine bertanggung jawab untuk perasaan tenang dan rileks, dan dopamine yang bertanggung jawab untuk perasaan senang dan gembira. Senyawa ini akan terus-menerus dihasilkan selama terdapat nikotin di dalam peredaran darah otak.
Zat adiktif dapat “memaksa” tubuh untuk mengonsumsinya secara terus-menerus. Nikotin menstimulasi dopamine secara berlebih akan membuat tubuh terbiasa dengan keadaan tersebut sehingga bila pada saat orang berhenti merokok dan konsumsi nikotin dihentikan, tubuh akan berontak. Dalam hal ini, dopamine sebagai senyawa yang mempengaruhi perasaan senang akan turun konsentrasinya membuat perasaan atau mood orang tersebut jatuh. Ini akan menimbulkan keresahan dan ketidak tenangan perokok dan merupakan tantangan terbesar bagi orang yang ingin berhenti merokok.
Diluar rokok, nikotin memiliki beberapa potensi yang dapat menguntungkan. Pada tahun 2010, sekelompok peneliti menyatakan bahwa nikotin pada rokok dapat diaplikasikan sebagai pestisida alami. Kemampuan “membunuh”nya telah diuji coba ke berbagai organisme seperti bakteri, cendawan, dan serangga dan memberikan hasil yang bagus.
Suatu hal menarik dimana, nikotin murni memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan nikotin yang ditemukan pada tembakau. Nikotin murni tidak akan menimbulkan gejala adiktif yang signifikan seperti pada nikotin tembakau. Hal ini dikarenakan nikotin pada tembakau akan berinteraksi dengan senyawa yang terdapat di tembakau sehingga memberikan efek yang “lebih”. Selain itu, berbeda dengan nikotin tembakau yang bersifat karsinogenik, nikotin murni tidak bersifat mutagenik dan (bersama dengan peningkatan cholinergic) dapat menyebabkan reaksi apoptosis pada sel. Reaksi apoptosis sel ini memungkinkan tubuh dapat membunuh sel-sel yang rusak dan yang berpotensi menyebabkan kanker. Karakteristik ini perlu dipelajari lebih lanjut mengingat potensinya yang besar untuk mendapatkan obat atau penanganan terhadap kanker.
Sadar atau tidak sadar, sensasi pada saat merokok itulah yang dicari oleh para perokok. Sensasi dimana nikotin dapat “menyegarkan” otak, menenangkan, dan menambah kepercayaan diri dalam mengatasi masalah-masalah yang di hadapi. Namun perlu diperhatikan juga, nikotin bukan merupakan satu-satunya senyawa yang terkandung di dalam rokok. Benzene dan formaldehid, merupakan senyawa karsinogen yang berbahaya, arsen yang sering digunakan sebagai racun tikus, dan karbon monoksida, yang merupakan komponen utama pada asap rokok dan asap kendaraan, merupakan beberapa senyawa yang terdapat pada rokok.
Seberapa kecilnya konsentrasi nikotin yang terdapat pada rokok, akan tetap berbahaya bila timbul keinginan untuk mencobanya kembali. Membiarkan nikotin “mengendalikan” otak dan senyawa-senyawa karsinogen menyerang dengan bebas, mungkin bukan jalan yang baik untuk menghadapi masalah.
0 komentar: