Kamis, 12 Maret 2015
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN KOPERASI DI INDONESIA
SAKINAH 06031281419071
INDRIAISNI HAFIZO 06031381419053
ANIDAR 06031381419056
CHINDY YUNITA IRAWAN 06031381419059
NAMA DOSEN : Drs. RUSMIN AR, M.Pd
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2014
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOPERASI DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah di
negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya
membangun koperasi.Keikutsertaan Pemerintah negara-negara sedang berkembang
ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangun
koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal
ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara yang
sedang berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri.
Koperasi dan kelompok
usaha kecil menengah merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat
Indonesia .Keberadaan kelompok ini tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan
perekonomian secara nasional. Menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan dalam
acara Penutupan Pekan Kreasi Nusantara (PKN) 2012 di GOR Satria Purwokerto,
Jumat (4/5/2012) mengatakan di seluruh wilayah Indonesia terdapat sebanyak
188.181 unit koperasi dengan kontribusi koperasi dan UKM terhadap PDB (produk
domestik bruto) saat ini sudah mencapai 56,5 persen.
Jumlah
koperasi dan kelompok usaha kecil menengah dan daya serap tenaga kerja yang
cukup besar ternyata perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan.Kelompok
ini hanya selalu menjadi sasaran program pengembangan dari berbagai institusi
pemerintah, namun program pengembangan tersebut belum menunjukkan terwujudnya
pemberdayaan terhadap koperasi dan kelompok usaha kecil menengah tersebut.Implementasi
kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta
dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka
implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian.Pembinaan terhadap kelompok usaha
kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi
juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah.Pemerintah diharapkan dapat
melakukan pembinaan secara langsung terhadap kondisi internal koperasi.
Sebagaimana terjadi di Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil mengah
misalnya, dapat melakukan pembinaan dalam bidang organisasi, manajemen, dan
usaha koperasi. Sedangkan departemen-departemen teknis yang lain dapat
melakukan pembinaan sesuai dengan bidang teknis yang menjadi kompentensinya
masing-masing. Agar keikutsertaan pemerintah dalam pembinaan koperasi itu dapat
berlangsung secara efektif, tentu perlu dilakukan koordinasi antara satu bidang
dengan bidang lainnya.Tujuannnya adalah terdapat keselarasan dalam menentukan
pola pembinaan koperasi secara nasional.Dengan terbangunnya keselarasan dalam
pola pembinaan.koperasi, maka koperasi diharapkan dapat benar-benar meningkat kemampuannya,
baik dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitarnya,
maupun dalam turut serta membangun sistem perekonomian nasional.
Di pihak yang
lain, dengan kekuasaan yang dimilikinya, Pemerintah diharapkan dapat
menciptakan iklim usaha yang mendorong perkembangan koperasi secara sehat.
Sebagai organisasi ekonomi, perkembangan koperasi tidak mungkin dapat
dilepaskan dari kondisi persaingan yang dihadapinya dengan pelaku-pelaku
ekonomi yang lain. Persaingan koperasi dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain,
selain memiliki arti positif, dapat pula memiliki arti negatif bagi
perkembangan koperasi. Hal itu sangat tergantung pada iklim usaha tempat
berlangsungnya proses persaingan tersebut. Sehubungan dengan itu. Maka
Pemerintah diharapkan dapat menjamin berlangsungnya proses persaingan itu
secara sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kebijakan
Pembangunan Koperasi
Selama era
pembangunan jangka panjang tahap pertama, pembangunan koperasi di Indonesia
telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memuaskan.Selain mengalami pertumbuhan
secara kuantitatif, secara kualitatif juga berhasil mendirikan pilar-pilar
utama untuk menopang perkembangan koperasi secara mandiri. Pilar-pilar itu
meliputi antara lain: Bank Bukopin, Koperasi Asuransi Indonesia, Kopersi Jasa
Audit, dan Institut Koperasi Indonesia. Walaupun demikian, pembangunan koperasi
selama PJP I masih jauh dari sempurna.Berbagai kelemahan mendasar masih tetap
mewarnai wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu misalnya adalah:
kelemahan manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan modal, dan
kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih kurang
kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif an
kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya
tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi
dalam era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II
diharapkan lebih ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun
perusahaan yabg sehat dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa
dapat lebih ditingkatkan pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran
pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan
Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa
paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam
hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka
implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok
usaha kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat
tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan
koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat,
serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan
koperasi diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen,
kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan
semangat berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian
nasional.
2.2 Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai salah satu perwujudan reformasi pemerintahan telah melahirkan
paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selama ini
penyelenggaraan pemerintahan di daerah sebagaimana diatur UU Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah mengandung azas dekonsentrasi,
desentralisasi dan pembantuan. Pada masa itu penyelenggaraan Otonomi Daerah
menganut prinsip Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan
penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban dari pada hak.Hal ini
mengakibatkan dominasi pusat terhadap daerah sangat besar, sedangkan daerah
dengan segala ketidakberdayaannya harus tunduk dengan keinginan pusat tanpa
memperhatikan aspirasi masyarakat daerah.
Dengan UU
22/1999 pemberian otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan
kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam
seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.Dengan
demikian daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi UU Nomor
22 Tahun 1999 memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya.Pengaturan dan pengurusan kepentingan
masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dan bukan lagi merupakaninstruksi dari pusat.Sehingga daerah
dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi
masyarakatnya.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 ditetapkan kewenangan Pemerintah
(Pusat) di bidang perkoperasian yang meliputi :
1. Penetapan pedoman akuntansi
koperasi dan pengusaha kecil menengah.
2. Penetapan
pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.
3. Fasilitasi
pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah.
4. Fasilitasi
kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil menengah serta kerjasama dengan
badan usaha lain.
Sedangkan
selain kewenangan tersebut di atas menjadi kewenangan Daerah, termasuk di
dalamnya untuk pembinaan terhadap pengusaha kecil, menengah dan koperasi.Sesuai
dengan kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
termasuk di dalamnya kepentingan dari pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Implementasi
undang-undang otonomi daerah, akan
memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan
pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah
dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena
azas efisiensi akan mendesak koperasi
untuk membangun jaringan yang luas dan
mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan
koperasi untuk memberikan orientasi
kepada Pemerintah didaerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah
di tingkat Propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu
menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan
pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten/Kota sebagai
Daerah Otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan Koperasi yang kokoh di
Daerah Otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari Ekonomi Rakyat.
Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar Sumber Keuangan
Daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah
akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.
Dukungan yang
diperlukan bagi koperasi untuk mengha¬dapi berbagai rasionalisasi adalah
keberadaan lembaga jaminan kre¬dit bagi
koperasi dan usaha kecil di daerah.
Dengan demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk
percepatan perkembangan koperasi di
dae¬rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi
pengem¬bangan ekonomi rakyat dan dalam
jangka panjang akan me¬num-buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran
uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope¬rasi juga perlu
memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi
koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom,
namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan
yang tinggi seperti jasa keuangan,
pelayanan infrastruktur serta pembelian
bersama. Dengan otonomi selain peluang
untuk memanfaatkan potensi setempat juga
terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal
ini konsolidasi potensi keuangan,
pengem¬bangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan
teknologi merupakan kebutuhan pendukung
untuk kuat¬nya kehadiran koperasi. Pemerintah
di daerah dapat mendo¬rong pengem-bang¬an lembaga penjamin kredit di daerah.
UU No. 22 thn
1999 tentang otonomi daerah akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam
hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembiayaan lainnya. Peranan Dinas
koperasi tingkat provinsi dan kabupaten / kota yang secara fungsional dan
diserahi untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi
intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan
pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan instansi pusat.
Koperasi-koperasi sekunder
di tingkat provinsi atau kabupaten/kota harus menjadi barisan terdepan untuk
merintis pembelian bersama,terutama untuk produk-produk yang diimpor atau
dibeli dari pabrik-pabrik dan perusahaan besar.
Potensi
koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi secara
otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas
kenutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta
pembelian bersama.Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi
setempat juga terdapat potensi terjadinya benturan yang harus diselesaikan di
tingkat daerah.
2.3. Kebijakan
Pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Sejak lama
Pemerintah sudah melakukan pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil
menengah.Pembinaan terhadap kelompok usaha ini semenjak kemerdekaan telah
mengalami beberapa perubahan.Dahulu pembinaan terhadap koperasi dipisahkan
dengan pembinaan terhadap usaha kecil dan menengah. Yang satu dibina oleh Departemen
Koperasi sedangkan yang lain dibina oleh Departemen Perindustrian dan
Departemen Perdagangan. Setelah melalui perubahan beberapa kali maka semenjak
beberapa tahun terakhir pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah
dilakukan satu atap di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Berdasarkan
kepada PROPENAS (Program Pembangunan Nasional) 2000-2004 ditetapkan program
pokok pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi sebagai berikut:
1. Program penciptaan Iklim
Usaha yang Kondusif.
Program ini bertujuan untuk membukan
kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usahan dengan
memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi sebagai prasyarat untuk berkembangnya
PKMK. Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah menurunnya biaya transaksi dan
meningkatnya skala usaha PKMK dalam kegiatan ekonomi.
2. Program Peningkatan Akses
kepada Sumber Daya Produktif.
Tujuan program ini adalah meningkatkan
kemampuan PKMK dalam memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber
daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia. Sedangkan sasarannya adalah
tersedianya lembaga pendukung untuk meningkatkan akses PKMK terhadap sumber
daya produktif, seperti SDM, modal, pasar, teknologi dan informasi.
3. Program Pengembangan
Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif.
Tujuannya untuk mengembangkan perilaku
kewira-usahaan serta meningkatkan daya saing UKMK. Sedangkan sasaran adalah
meningkatnya pengetahuan serta sikap wirausaha dan meningkatnya produktivitas
PKMK.
Sebelum
dilaksanakannya kebijakan Otonomi Daerah pembinaan terhadap usaha kecil
menengah dan koperasi ditangani langsung oleh jajaran Departemen Koperasi dan
UKM yang berada di daerah.Sedangkan Pemerintah Daerah hanya sekedar
memfasilitasi, kalau tidak boleh dikatakan hanya sebagai penonton.Semua kebijakan
dan pedoman pelaksanaannya merupakan kebijakan yang telah ditetapkan dari
Pusat, sementara aparat di lapangan hanya sebagai pelaksana.Pembinaan yang
diberikan tersebut cenderung dilakukan secara seragam terhadap seluruh Daerah
dan lebih bersifat mobilisasi dibandingkan pemberdayaan terhadap Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah.
2.4 Pola Pembinaan UKMK dalam Rangka Otonomi Daerah
Sejalan dengan
kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran
Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan
Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi pembinaan UKMK.
Dalam rangka
pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah perlu dirumuskan dalam suatu pola pembinaan yang dapat memberdayakan
dan mendorong peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
tersebut.Pola pembinaan tersebut harus memperhatikan kondisi perkembangan
lingkungan strategis yang meliputi perkembangan global, regional dan
nasional.Disamping itu juga pola pembinaan tersebut hendaknya belajar kepada
pengalaman pembinaan terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi yang telah
dilaksanakan selama ini.
Pola pembinaan
terhadap koperasi dan usaha kecil menengah yang ditawarkan untuk meningkatkan
kapasitas dan daya saingnya dalam rangka Otonomi Daerah antara lain adalah :
a. Pelaksana program-program
pokok pengembangan UKMK yang telah diatur di dalam Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000-2004 yang meliputi; Program Penciptaan Iklim Usaha yang
Kondusif, Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif, dan Program
Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif secara terpadu dan
berkelanjutan.
b. Pelaksanaan
program-program pengembangan UKMK yang disusun dengan memperhatikan dan
disesuaikan kondisi masing-masing Daerah, tuntutan, aspirasi dan kepentingan
masyarakat, serta kemampuan Daerah.
c. Keterpaduan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga keuangan, lembaga
akademik dan sebagainya dalam melakukan pembinaan dan pengembangan koperasi dan
usaha kecil menengah.
d. Pemberdayaan
SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu melaksanakan proses pembinaan dan
pengembangan terhadap koperasi dan usaha kecil
menengah.
e. Pengembangan
pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam
suatu wilayah bagi usaha kecil, menengah dan koperasi dalama rangka
meningkatkan daya saing.
f.
Mensinergikan semua
potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil,
menengah dan koperasi sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan
implentasi kebijakan Otonomi Daerah.
g. Sosialisasi
tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka memasuki era pasar bebas
AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia Pacific Cooperation) dan WTO (World
Trade Organization) kepada seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.
Berharap
melalui pola pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang
bersinergi antara kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan
kebijakan Otonomi Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan
pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisme.
Implementasi kebijakan Otonomi Daerah akan menentukan bagi keberhasilan
pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi serta sebaliknya pelaksanaan
pembinaan UKMK akan mendorong keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam rangka
implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian.Pembinaan terhadap kelompok usaha
kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi
juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah.
Implementasi
undang-undang otonomi daerah, akan
memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan
pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi
masalah yang lebih intensif dengan
pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan
koperasi . Karena azas efisiensi akan
mendesak koperasi untuk membangun jaringan
yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi
oleh gerakan koperasi untuk memberikan
orientasi kepada Pemerintah didaerah semakin penting. Dengan demikian peranan
pemerintah di tingkat Propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi
harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal
lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi
kewenangan pusat.
Berharap
melalui pola pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang
bersinergi antara kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan
kebijakan Otonomi Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan
pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisme.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: